BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Air merupakan salah satu bahan pokok
yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik langsung maupun tidak
langsung. Apabila tidak diperhatikan maka air dari sumber, seperti air
permukaan dan air tanah ataupun air hujan mungkin dapat mengganggu kesehatan
manusia. Untuk mencegah timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan
melalui air, maka air yang dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami
proses penjernihan air agar memenuhi syarat kesehatan.
Kualitas air baku untuk air minum
semakin memburuk dengan masih kurangnya perhatian yang serius terhadap
pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan industri, kawasan
perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke badan-badan air
tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan air
tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.
Seperti yang telah kita lihat diatas,
sumber air yang semakin lama semakin memburuk dapat kita antisipasi dengan
salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur atau sungai yang
tidak tercemar bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air secara
sederhana yang memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita.
Sedimentasi merupakan salah satu contoh
upaya penjernihan air untuk meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut.
Sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport
oleh mata air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di
mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material yang diangkut
oleh air sungai. Sedangkan bukit pasir (sand
dunes) yang terdapat di gurun atau di pantai adalah pengendapan dari
material yang di angkut oleh angin.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud
dengan unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum?
b.
Apa tujuan dan fungsi
unit sedimentasi?
c.
Apa saja macam-macam
bentuk dan bagian dari bak sedimentasi?
d.
Apa saja macam-macam
tipe sedimentasi?
e.
Apa saja parameter
operasi pada unit sedimentasi?
f.
Bagaimana proses operasi
unit sedimentasi?
1.3 Tujuan
a.
Mengetahui pengertian
unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum.
b.
Mengetahui tujuan dan fungsi
unit sedimentasi.
c.
Mengetahui macam-macam
bentuk dan bagian dari bak sedimentasi.
d.
Mengetahui macam-macam
tipe sedimentasi.
e.
Mengetahui apa saja
parameter operasi pada unit sedimentasi.
f.
Mengetahui bagaimana
proses operasi unit sedimentasi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengolahan
Air Bersih
Water
Treatment System atau proses pengolahan air merupakan
serangkaian proses untuk mengolah air yang tidak layak pakai (air kotor)
menjadi air bersih yang layak, higienis, dan terbebas dari unsur – unsur
berlebih dari segi fisika maupun kimia.
Proses pengolahan air bersih ada berbagai macam cara yang
bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan, antara lain dengan proses :
a.
Proses
Fisika
Pada pengolahan secara fisika, biasanya
dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya antara
lain adalah proses sedimentasi, mixing, flokulasi, filtrasi, dan aerasi.
b. Proses Kimia
Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat
penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain, biasanya digunakan
untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung dalam air. Contohnya antara
lain adalah proses koagulasi, desinfeksi, presipitasi, pertukaran ion,
adsorbsi, dan oksidasi.
c. Proses Kimia & Fisika
Misalnya
ozonisasi.
d. Proses Biologis
Pada pengolahan secara biologis,
biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.
Perlakuan cara proses – proses pengolahan diatas dapat
dilakukan baik secara tunggal maupun secara kombinasi dari
berbagai proses tergantung dari karakteristik kualitas air baku yang digunakan
dan kondisi output yang diharapkan.
2.2 Tahapan
Pengolahan Air Bersih
Proses
pengolahan air menjadi air bersih harus melalui beberapa tahapan-tahapan, yaitu
:
1. Screening
Screening berfungsi untuk
memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran besar.
2. Tangki
sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi
untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki
sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini
diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai
oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
3.
Klarifier (clearator)
Klarifier berfungsi sebagai
tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan Alum (Al2(SO4)3 sebagai
bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat untuk
mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan antara air
bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan
pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari
beton yang berbentuk bulat yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air
masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam primary reaction zone dan
secondary reaction zone, air dan bahan kimia (koagulan yaitu tawas) diaduk
dengan alat agitator blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan membentuk
butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan
koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk melalui return floc zone dialirkan
ke clarification zone. Sedimen yang mengendap dalam concentrator dibuang. Hal
ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka setiap satu jam sekali dalam
waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone sudah tidak
dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air
yang berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
4. Sand Filter
Penyaring yang biasanya digunakan
adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand filter jenis ini berupa
bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok halus dan
kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke filter
ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih
dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu tertentu. Air mengalir ke bawah
melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat pada media,
sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar
melalui suatu pipa menuju reservoir.
5. Reservoir
Reservoir berfungsi
sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter. Air
ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus dimasak
terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Hanum, 2002).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Unit Sedimentasi pada Proses
Pengolahan Air Minum
Sedimentasi
adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi
untuk menyisihkan suspended solid. Sedangkan unit sedimentasi merupakan suatu
unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid
dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur
yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.
Gambar 1. Proses Sedimentasi
3.2 Tujuan dan Fungsi Unit Sedimentasi pada Proses
Pengolahan Air Minum
Pada pengolahan air minum, terapan
sedimentasi ditujukan untuk:
a. Pengendapan
air permukaan untuk penyisihan partikel diskret khususnya pada pengolahan
dengan filter pasir cepat.
b. Pengendapan
flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir
cepat.
c. Pengendapan
lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan.
d. Pengendapan
lumpur pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi (Anonim, 2007).
Secara
keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah:
a. Mengurangi beban kerja unit filtrasi
dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya.
b. Mengurangi biaya operasi instalasi
pengolahan.
3.3 Bentuk dan Bagian Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi umumnya
dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar,
atau segi empat.
Bentuk
bak sedimentasi:
1. Segi
empat (rectangular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada
instalasi pengolahan air dengan kapasitas besar. Bak berbentuk segi empat
umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan
kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air mengalir horizontal dari
inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Anonim, 2007).
Bentuk kolam memanjang sesuai arah
aliran, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya aliran pendek
(short-circuiting). Bentuk ini secara hidraulika lebih baik karena tampang
alirannya cukup seragam sepanjang kolam pengendapan. Dengan demikian kecepatan
alirannya relatif konstan, sehingga tidak akan mengganggu proses pengendapan
partikel suspensi. Selain itu pengontrolan kecepatan aliran juga lebih mudah
dilaksanakan. Namun demikian, bentuk ini mempunyai kelemahan kurangnya panjang
peluapan terutama apabila ukurannya kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata
menjadi terlalu besar dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian akhir
kolam pengendapan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ambang peluapan harus
diperpanjang, misalnya dengan menambahkan kisi-kisi saluran peluapan di depan
outlet (Kamulyan, 1997).
Gambar
2. Bak sedimentasi bentuk segi empat.
2. Lingkaran
(circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada
instalasi pengolahan air dengan kapasitas yang lebih kecil. Bak berbentuk
lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3
meter (Anonim, 2007). Aliran air dapat secara horizontal ke arah radial dan
umumnya menuju ke tepi lingkaran atau dengan aliran arah vertikal.
Pada
kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran ini kemungkinan
terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada kolam
pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak level
sehingga aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara
hidraulika kurang baik karena tampang alirannya tidak seragam, sehingga
kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu timbul kesulitan dalam
pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan pengontrolan
kecepatan menjadi lebih sulit lagi.
Pada
kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya panjang peluapan
hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun sepanjang keliling
lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan agak berlebihan,
sehingga aliran melewati ambang peluapan berupa aliran yang sangat tipis. Untuk
mengatasi hal tersebut maka ambang peluapan harus diperpendek dengan cara
memasang ambang peluapan yang berbentuk seperti huruf V (V-notch) atau seperti
huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam pengendapan berbentuk lingkaran
adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih sederhana dengan memasang scrapper
yang bergerak memutar dan pemeliharaan lebih mudah (Kamulyan, 1997).
Gambar 3. Bak sedimentasi bentuk
lingkaran aliran horizontal.
Gambar 4. Bak sedimentasi bentuk
lingkaran aliran vertikal.
Bagian-bagian
dari bak sedimentasi
a. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak).
Zona inlet
mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan
kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik
aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan
menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda
untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak
sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah
baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak
sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
Gambar 6. Contoh-contoh konstruksi inlet
kolam pengendapan
b. Zona pengendapan (tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan).
Dalam zona ini, air
mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan.
Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
c. Zona lumpur (tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak).
Dalam zona ini, lumpur
terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini, ia akan tetap disana. Kadang
dilengkapi dengan sludge collector/scapper.
d. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat dimana air akan meninggalkan bak).
Seperti zona inlet,
zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola
aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya
weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada
bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam
biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena
memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari
bak sedimentasi menuju filtrasi.
Gambar 7. Contoh-contoh konstruksi
outlet kolam pengendapan.
Selain bagian-bagian
utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler
dipasang pada zona pengendapan (gambar 8) dengan tujuan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan (Anonim, 2007)
Gambar
8. Settler pada bak sedimentasi
3.4 Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis
partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat
diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
1.
Sedimentasi
tipe I/ Plain Settling/Discrete
particle
Sedimentasi tipe I
merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap
bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit
chamber.
2.
Sedimentasi
tipe II (Flocculant
Settling)
Sedimentasi tipe II
adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama pengendapan
terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran
partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat.
Sebagai contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses
koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah.
3.
Sedimentasi
tipe III dan IV/Hindered Settling
(Zone Settling)
Sedimentasi tipe III
adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar
partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain
disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah
zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface
yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih.
Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, dimana
terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi
lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah
pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif
(gambar 9). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan
konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke
dalam reactor lumpur aktif (Anonim, 2007).
Gambar
9. Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sedimentasi
pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori
sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan
prasedimentasi dan sedimentasi II.
a. Prasedimentasi
Bak
prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan
dalam aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena
teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu
(masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b. Sedimentasi
II
Bak
sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang
relatif mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran
besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid.
Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II
adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar partikel.
3.5 Parameter Operasi pada Unit Sedimentasi
a. Waktu tinggal (detention time)
Waktu tinggal adalah
waktu yang diperlukan oleh suatu volume air untuk tinggal di dalam kolam
pengendapan selama air mengalir dari inlet menuju ke outlet. Dalam perancangan
kolam pengendapan yang ideal, lama waktu tinggal nilainya ditetapkan sama
dengan lama waktu pengendapan partikel suspensi.
b. Laju luapan permukaan (overflow rate).
Laju luapan permukaan
adalah besarnya luapan per satuan luas permukaan kolam yang memungkinkan
partikel suspensi dengan kecepatan pengendapan yang sesuai akan diendapkan
secara sempurna di dalam kolam pengendapan.
c. Kecepatan aliran
Pengendapan partikel suspensi
berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam keadaan tenang (aliran suspensi).
Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa sehingga proses pengendapan dapat
berlangsung dengan baik, dan besarnya hendaknya tidak melebihi kecepatan
gerusan agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan melayang lagi
serta terbawa keluar dari ruang pengendapan.
d. Laju luapan (weir overflow rate).
Pengaliran air dari
ruang pengendapan menuju ke bagian outlet dilakukan dengan menggunakan
mekanisme peluapan dengan laju luapan yang tertentu. Hal ini dimaksudkan agar
dipeoleh air yang relatif sudah terbebas dari partikel suspensi sesuai dengan yang
diharapkan. Laju luapan mengekspresikan
volume air yang melewati ambang outlet per satuan panjang per satuan waktu dan
diperlukan untuk menentukan secara tepat panjang ambang yang diperlukan untuk
melewatkan air menuju ke bagian outlet kolam pengendapan. Ketentuan ini
diperlukan mengingat dimensi ambang peluapan secara tidak langsung akan
menentukan efisiensi dari sebuah kolam pengendapan. Laju luapan yang terlalu
besar akan menyebabkan kecepatan aliran yang melewati ambang outlet akan
terlalu besar dan akan memberikan konsekuensi pada berubahnya pola aliran dan
meningkatnya kecepatan aliran pada bagian akhir kolam pengendapan. Kecepatan
aliran yang terlalu besar dapat menyebabkan tergerusnya partikel suspensi yang
telah mengendap dan terbawa menuju ke outlet kolam pengendapan (Kamulyan,
1997).
3.6 Proses Operasi Unit Sedimentasi
Proses
pengendapan partikel suspensi di dalam air dimulai dari masuknya air ke kolam
pengendapan melalui bagian inlet dan disebarkan menuju ruang pengendapan.
Penempatan baffle atau adukan di belakang inlet diperlukan untuk meredam enerji
aliran dan menyebarkan aliran serta memperkecil ruang tak berguna dalam kolam.
Selanjutnya
di ruang pengendapan terjadi pemisahan partikel suspensi yang terdapat di dalam
air. Partikel-partikel suspensi akan mengendap dan terkumpul di daerah kantong
lumpur, sedang airnya mengalir menuju ke bagian outlet melalui suatu sistem
peluapan, sehingga hanya air lapis atas saja yang masuk ke dalam saluran outlet
untuk dibawa ke proses selanjutnya. Endapan/lumpur yang terkumpul di dalam kantong
lumpur ditarik menuju ke bagian pengeluaran lumpur dengan menggunakan sebuah
scrapper/garuk dan selanjutnya dikeluarkan dengan pompa lumpur dibawa menuju ke
tempat pemrosesan lumpur. Scrapper digerakkan dengan sangat perlahan untuk
menjaga agar lumpur yang sudah mengendap tidak terusik dan melayang lagi.
Scrapper biasanya berupa sebuah plat atau rangka gerak yang dilengkapi dengan
sudu-sudu penggaruk dan digerakkan dengan motor listrik atau dapat pula
digerakkan secara manual dengan menggunakan kayuh (Kamulyan, 1997).
BAB
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap tetes air minum membutuhkan proses yang panjang dan rumit untuk dapat dikonsumsi. Salah satu proses pengolahan air minum adalah sedimentasi, sedimentasi merupakan tahap awal dalam proses pengolahan air minum dari serangkaian prosesnya. Sedimentasi sendiri pada prinsipnya memisahkan antara solid dan liquid yang terdapat dalam air, dengan tujuan menyisihkan suspended solid. Terdapat empat tipe sedimentasi yang berbeda pada penggunaan koagulan sebagai pengendap suspended solid. Dengan adanya proses sedimentasi ini sangat berguna dalam membunuh bakteri sekitar 50% yang kita tahu bahwa adanya batasan jumlah bakteri dalam air yang akan dikonsumsi. Tetapi dalam hal ini membutuhkan setidaknya lahan yang cukup luas untuk melakukan proses sedimentasi air minum.
B. Saran
Menghemat pengunaan air, karena kita tahu bahwa untuk menghasilkan satu tetes air minum membutuhkan proses pengolahan panjang dan rumit. Karena dengan menghemat dan menggunakan dengan sebaik-baiknya air, maka kita juga ikut merawat bumi kita yang sudah terganggu keseimbangannya.Daftar PustakaAnonim. 2007. Bab 5 Unit Sedimentasi. http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1406. Sitasi 6 Oktober 2012.Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1845/1/kimia-farida.pdf. Sitasi 6 Oktober 2012.Kamulyan, Budi. 1997. Teknik Penyehatan (Bagian A1:Teknik Pengolahan Air). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.Rahadi, Aprian Eka. 2010. Kualitas Air pada Proses Pengolahan Air Minum di Instalasi Pengolahan Air Minum Lippo Cikarang.http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/rekayasa_air_dan_limbah_cair/wp-content/uploads/2010/11/pi-w1-aprian-eka-rahadi-15305088.pdf. Sitasi 6 Oktober 2012http://bhupalaka.files.wordpress.com/2010/12/sedimentasi.pdf Sitasi 6 Oktober 2012http://adekbacatulisbagi.wordpress.com/2012/06/23/sedimentasi/ Sitasi 6 Oktober 2012
Sign up here with your email








4 comments
Write commentsMalam, maaf saya mau tanya pak, desain sistem pengurasan bagaimana ya pak, saya sabgat perlu pak
ReplyTerimakasih
Replysangat membantu dan bermanfaat penulis
ReplyMenjual berbagai macam jenis Chemical alum,kaporit PAC liquid untuk wwtp STP bakteri dan nutrisi untuk informasi lebih lanjut bisa menghubungi kami di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih
ReplyT
WhatsApp 081310849918
ConversionConversion EmoticonEmoticon