Makalah PAM Sedimentasi



 
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung. Apabila tidak diperhatikan maka air dari sumber, seperti air permukaan dan air tanah ataupun air hujan mungkin dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami proses penjernihan air agar memenuhi syarat kesehatan.
Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.
Seperti yang telah kita lihat diatas, sumber air yang semakin lama semakin memburuk dapat kita antisipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur atau sungai yang tidak tercemar bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air secara sederhana yang memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita.
Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut. Sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh mata air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material yang diangkut oleh air sungai. Sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun atau di pantai adalah pengendapan dari material yang di angkut oleh angin.


 1.2    Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum?
b.      Apa tujuan dan fungsi unit sedimentasi?
c.       Apa saja macam-macam bentuk dan bagian dari bak sedimentasi?
d.      Apa saja macam-macam tipe sedimentasi?
e.       Apa saja parameter operasi pada unit sedimentasi?
f.       Bagaimana proses operasi unit sedimentasi?

1.3    Tujuan
a.       Mengetahui pengertian unit sedimentasi pada proses pengolahan air minum.
b.      Mengetahui tujuan dan fungsi unit sedimentasi.
c.       Mengetahui macam-macam bentuk dan bagian dari bak sedimentasi.
d.      Mengetahui macam-macam tipe sedimentasi.
e.       Mengetahui apa saja parameter operasi pada unit sedimentasi.
f.       Mengetahui bagaimana proses operasi unit sedimentasi.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengolahan Air Bersih
Water Treatment System  atau proses pengolahan air merupakan serangkaian proses untuk mengolah air yang tidak layak pakai (air kotor) menjadi air bersih yang layak, higienis, dan terbebas dari unsur – unsur berlebih dari segi fisika maupun kimia.
Proses pengolahan air bersih ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan  sesuai dengan kebutuhan, antara lain dengan proses :
a.     Proses Fisika
Pada pengolahan secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya antara lain adalah proses sedimentasi, mixing, flokulasi, filtrasi, dan aerasi.
b.     Proses Kimia
Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain, biasanya digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung dalam air. Contohnya antara lain adalah proses koagulasi, desinfeksi, presipitasi, pertukaran ion, adsorbsi, dan oksidasi.
c.     Proses Kimia & Fisika
Misalnya ozonisasi.
d.     Proses Biologis
Pada pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.

Perlakuan cara proses – proses pengolahan diatas dapat dilakukan baik secara tunggal maupun secara kombinasi dari berbagai proses tergantung dari karakteristik kualitas air baku yang digunakan dan kondisi output yang diharapkan.


2.2  Tahapan Pengolahan Air Bersih
Proses pengolahan air menjadi air bersih harus melalui beberapa tahapan-tahapan, yaitu :
1. Screening
Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran besar.
2. Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
3. Klarifier (clearator)
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan Alum (Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan antara air bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam primary reaction zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia (koagulan yaitu tawas) diaduk dengan alat agitator blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk melalui return floc zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang mengendap dalam concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka setiap satu jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone sudah tidak dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air yang berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
4. Sand Filter
Penyaring yang biasanya digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand filter jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju reservoir.
5. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter. Air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Hanum, 2002).

 BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengertian Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedangkan unit sedimentasi merupakan suatu unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.


Gambar 1. Proses Sedimentasi

3.2  Tujuan dan Fungsi Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi ditujukan untuk:
a.    Pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret khususnya pada pengolahan dengan filter pasir cepat.
b.    Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat.
c.    Pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan.
d.   Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi (Anonim, 2007).
Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah:
a.    Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya.
b.    Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.

3.3  Bentuk dan Bagian Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat.
Bentuk bak sedimentasi:
1.    Segi empat (rectangular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Anonim, 2007).
Bentuk kolam memanjang sesuai arah aliran, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting). Bentuk ini secara hidraulika lebih baik karena tampang alirannya cukup seragam sepanjang kolam pengendapan. Dengan demikian kecepatan alirannya relatif konstan, sehingga tidak akan mengganggu proses pengendapan partikel suspensi. Selain itu pengontrolan kecepatan aliran juga lebih mudah dilaksanakan. Namun demikian, bentuk ini mempunyai kelemahan kurangnya panjang peluapan terutama apabila ukurannya kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata menjadi terlalu besar dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian akhir kolam pengendapan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya dengan menambahkan kisi-kisi saluran peluapan di depan outlet (Kamulyan, 1997).


Gambar 2. Bak sedimentasi bentuk segi empat.

2.    Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air dapat secara horizontal ke arah radial dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran ini kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada kolam pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak level sehingga aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara hidraulika kurang baik karena tampang alirannya tidak seragam, sehingga kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu timbul kesulitan dalam pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan pengontrolan kecepatan menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya panjang peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun sepanjang keliling lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan agak berlebihan, sehingga aliran melewati ambang peluapan berupa aliran yang sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka ambang peluapan harus diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk seperti huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih sederhana dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan lebih mudah (Kamulyan, 1997).


Gambar 3. Bak sedimentasi bentuk lingkaran aliran horizontal.



Gambar 4. Bak sedimentasi bentuk lingkaran aliran vertikal.

Bagian-bagian dari bak sedimentasi
a.     Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak).
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.


Gambar 6. Contoh-contoh konstruksi inlet kolam pengendapan
b.    Zona pengendapan (tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan).
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
c.     Zona lumpur (tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak).
Dalam zona ini, lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini, ia akan tetap disana. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper.
d.    Zona Outlet atau struktur efluen (tempat dimana air akan meninggalkan bak).
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.


Gambar 7. Contoh-contoh konstruksi outlet kolam pengendapan.

Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (gambar 8) dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan (Anonim, 2007)


Gambar 8. Settler pada bak sedimentasi

3.4  Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
1.    Sedimentasi tipe I/ Plain Settling/Discrete particle
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
2.    Sedimentasi tipe II (Flocculant Settling)
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah.
3.    Sedimentasi tipe III dan IV/Hindered Settling (Zone Settling)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, dimana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (gambar 9). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reactor lumpur aktif (Anonim, 2007).



Gambar 9. Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif

Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
a.    Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b.    Sedimentasi II
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar partikel.

3.5  Parameter Operasi pada Unit Sedimentasi

a.     Waktu tinggal (detention time)

Waktu tinggal adalah waktu yang diperlukan oleh suatu volume air untuk tinggal di dalam kolam pengendapan selama air mengalir dari inlet menuju ke outlet. Dalam perancangan kolam pengendapan yang ideal, lama waktu tinggal nilainya ditetapkan sama dengan lama waktu pengendapan partikel suspensi. 

b.    Laju luapan permukaan (overflow rate).

Laju luapan permukaan adalah besarnya luapan per satuan luas permukaan kolam yang memungkinkan partikel suspensi dengan kecepatan pengendapan yang sesuai akan diendapkan secara sempurna di dalam kolam pengendapan.


 c.     Kecepatan aliran

Pengendapan partikel suspensi berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam keadaan tenang (aliran suspensi). Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa sehingga proses pengendapan dapat berlangsung dengan baik, dan besarnya hendaknya tidak melebihi kecepatan gerusan agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan melayang lagi serta terbawa keluar dari ruang pengendapan.
d.    Laju luapan (weir overflow rate).
Pengaliran air dari ruang pengendapan menuju ke bagian outlet dilakukan dengan menggunakan mekanisme peluapan dengan laju luapan yang tertentu. Hal ini dimaksudkan agar dipeoleh air yang relatif sudah terbebas dari partikel suspensi sesuai dengan yang diharapkan. Laju luapan  mengekspresikan volume air yang melewati ambang outlet per satuan panjang per satuan waktu dan diperlukan untuk menentukan secara tepat panjang ambang yang diperlukan untuk melewatkan air menuju ke bagian outlet kolam pengendapan. Ketentuan ini diperlukan mengingat dimensi ambang peluapan secara tidak langsung akan menentukan efisiensi dari sebuah kolam pengendapan. Laju luapan yang terlalu besar akan menyebabkan kecepatan aliran yang melewati ambang outlet akan terlalu besar dan akan memberikan konsekuensi pada berubahnya pola aliran dan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian akhir kolam pengendapan. Kecepatan aliran yang terlalu besar dapat menyebabkan tergerusnya partikel suspensi yang telah mengendap dan terbawa menuju ke outlet kolam pengendapan (Kamulyan, 1997).

3.6  Proses Operasi Unit Sedimentasi
Proses pengendapan partikel suspensi di dalam air dimulai dari masuknya air ke kolam pengendapan melalui bagian inlet dan disebarkan menuju ruang pengendapan. Penempatan baffle atau adukan di belakang inlet diperlukan untuk meredam enerji aliran dan menyebarkan aliran serta memperkecil ruang tak berguna dalam kolam.
Selanjutnya di ruang pengendapan terjadi pemisahan partikel suspensi yang terdapat di dalam air. Partikel-partikel suspensi akan mengendap dan terkumpul di daerah kantong lumpur, sedang airnya mengalir menuju ke bagian outlet melalui suatu sistem peluapan, sehingga hanya air lapis atas saja yang masuk ke dalam saluran outlet untuk dibawa ke proses selanjutnya. Endapan/lumpur yang terkumpul di dalam kantong lumpur ditarik menuju ke bagian pengeluaran lumpur dengan menggunakan sebuah scrapper/garuk dan selanjutnya dikeluarkan dengan pompa lumpur dibawa menuju ke tempat pemrosesan lumpur. Scrapper digerakkan dengan sangat perlahan untuk menjaga agar lumpur yang sudah mengendap tidak terusik dan melayang lagi. Scrapper biasanya berupa sebuah plat atau rangka gerak yang dilengkapi dengan sudu-sudu penggaruk dan digerakkan dengan motor listrik atau dapat pula digerakkan secara manual dengan menggunakan kayuh (Kamulyan, 1997).


BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setiap tetes air minum membutuhkan proses yang panjang dan rumit untuk dapat dikonsumsi. Salah satu proses pengolahan air minum adalah sedimentasi, sedimentasi merupakan tahap awal dalam proses pengolahan air minum dari serangkaian prosesnya. Sedimentasi sendiri pada prinsipnya memisahkan antara solid dan liquid yang terdapat dalam air, dengan tujuan menyisihkan suspended solid. Terdapat empat tipe sedimentasi yang berbeda pada penggunaan koagulan sebagai pengendap suspended solid. Dengan adanya proses sedimentasi ini sangat berguna dalam membunuh bakteri sekitar 50% yang kita tahu bahwa adanya batasan jumlah bakteri dalam air yang akan dikonsumsi. Tetapi dalam hal ini membutuhkan setidaknya lahan yang cukup luas untuk melakukan proses sedimentasi air minum.
                B.     Saran

Menghemat pengunaan air, karena kita tahu bahwa untuk menghasilkan satu tetes air minum membutuhkan proses pengolahan panjang dan rumit. Karena dengan menghemat dan menggunakan dengan sebaik-baiknya air, maka kita juga ikut merawat bumi kita yang sudah terganggu keseimbangannya.


Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Bab 5 Unit Sedimentasi. http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1406. Sitasi 6 Oktober 2012.

Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1845/1/kimia-farida.pdf. Sitasi 6 Oktober 2012.

Kamulyan, Budi. 1997. Teknik Penyehatan (Bagian A1:Teknik Pengolahan Air). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Rahadi, Aprian Eka. 2010. Kualitas Air pada Proses Pengolahan Air Minum di Instalasi Pengolahan Air Minum Lippo Cikarang.
http://bhupalaka.files.wordpress.com/2010/12/sedimentasi.pdf  Sitasi 6 Oktober 2012http://adekbacatulisbagi.wordpress.com/2012/06/23/sedimentasi/ Sitasi 6 Oktober 2012

Previous
Next Post »

4 comments

Write comments
PrettyGirl
AUTHOR
January 20, 2021 at 8:00 PM delete

Malam, maaf saya mau tanya pak, desain sistem pengurasan bagaimana ya pak, saya sabgat perlu pak

Reply
avatar
Suhada Amelia
AUTHOR
February 22, 2021 at 3:06 PM delete

sangat membantu dan bermanfaat penulis

Reply
avatar
Tommy
AUTHOR
November 17, 2021 at 12:26 PM delete

Menjual berbagai macam jenis Chemical alum,kaporit PAC liquid untuk wwtp STP bakteri dan nutrisi untuk informasi lebih lanjut bisa menghubungi kami di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih
T
WhatsApp 081310849918

Reply
avatar